Bagi pecinta sepakbola, khususnya Spanyol, nama Frederic Kanoute tidaklah asing. Pemain berkewarganegaraan Mali itu pernah moncer bersama Sevilla.
Kanoute terlahir dengan nama Frederic Oumer Kanoute di Lyon, 2 September 1977. Walau lahir di Prancis, Kanoute lebih dekat dengan Negara asal kedua orang tuanya, Mali.
Dirinya terhitung memulai karier sepakbola di Lyon sebelum akhirnya terbang ke Inggris untuk bergabung dengan West Ham United. Di klub ini, dia bermain sebanyak 84 kali dan menghasilkan 29 gol. Jumlah yang cukup banyak untuk ukuran pendatang baru saat itu.
Meski sempat mengundang perhatian, karier Kanoute mulai terkikis ketika dia memilih hijrah ke Tottenham Hotspurs.
Saat itu, Kanoute dibeli Spurs dengan harga 3,5 juta pounds atau setara 54 milliar rupiah, tepat di tanggal 5 Agustus 2003. Bersama klub berjuluk The Lillywhites, Kanoute hanya cetak 15 gol dalam dua musim.
Di White Hart Lane, bakat Kanoute banyak dicemooh. Ia tak lagi menjadi pusat perhatian. Sang pemenang itu tak kunjung menemukan cara mencetak gol, seperti apa yang biasa ia lakukan sebelumnya.
Saat itu, Kanoute hanya ingin bermain dengan konsisten. Namun tetap saja, kesempatan minim yang diberikan pelatih tak mampu kuatkan kaki-kakinya untuk sekadar mencetak gol, dan memberi aroma merekah diwajah para penggemar.
Beruntung, masa-masa beratnya hanya berlangsung selama dua musim.
Berkat kejeniusan Monchi yang menjabat sebagai direktur olahraga Sevilla, Kanoute berhasil menyelamatkan kariernya.
Saat itu, Monchi menjadi orang yang membawa Kanoute menuju Andalusia. Ketika sudah resmi menaken kontrak dengan Sevilla, Kanoute terbilang beruntung karena dia bisa mencetak gol di laga final Piala Europa tahun 2006 melawan Middlesbrough, dimana Sevilla berhasil menang dengan skor 4-0. Di klub tersebut, kecuali musim pertamanya dan musim 2008/09, Kanoute selalu mencetak gol lebih dari 20 gol setiap musimnya.
Total 90 gol pun dilesakkannya selama tujuh musim berbaju Sevilla. Meski tak menghasilkan sepeser pun ketika pindah ke Beijing Guoan, Kanoute telah memberi lebih dari sekadar uang selama pengabdiannya untuk Sevilla.
Ketika masih aktif bermain untuk Sevilla, cerita Kanoute tidak hanya diseputar sepakbola saja. Tercatat, Kanoute merupakan salah satu pesepakbola Muslim Internasional. Bahkan bisa dibilang, ia menjadi salah satu pesepakbola Muslim terbaik yang pernah ada.
Jauh sebelum aksi heroik Mesut Ozil dalam memprotes aksi yang tengah marak di China, Kanoute lebih dulu menjadi pemain yang benar-benar memperjuangkan nama Islam.
Kanoute sendiri bukan Muslim tulen. Artinya, dia merupakan seorang Mualaf, yang baru masuk Islam sekitar tahun 1997 silam.
Hidup di Barat dan bergelut dengan budaya serta kebiasaan yang banyak bertentangan dengan prinsip hidup seorang Muslim, memang berat. Apalagi di dunia sepak bola, satu bidang olahraga yang paling popular di Eropa dan sangat memberi ruang pada kebebasan duniawi. Bahkan cenderung membuat orang lupa akan nilai-nilai agama.
Tapi, Kanoute tidak pernah sungkan untuk menunjukkan identitas ke-Islamannya, baik itu di luar lapangan ataupun di dalam lapangan.
Di lapangan sendiri, setiap kali mencetak gol, Kanoute tidak pernah lupa merayakannya dengan cara-cara yang “berani”. Contoh saja dengan bersujud dan atau melakukan gerak tangan seperti orang Islam yang sedang berdoa.
Bahkan ada hal cukup berani lainnya yang ditunjukkan Kanoute. Kala itu, Kanoute pernah menolak mengenakan jersey tim yang disponsori perusahaan judi, 888.com. Kanoute merasa kalau perusahaan tersebut tidaksejalan dengan nuraninya sebagai pemeluk Islam.
Pada akhirnya, antara Kanoute dan Sevilla membuat sebuah kesepakatan. Kesepakatan itu berisi, Kanoute setuju mengenakan jersey berlogo 888.com, namun, dengan syarat khusus bahwa dirinya dibebaskan dari berbagai materi promosi yang berhubungan dengan perusahaan tersebut.
Mungkin ada yang merasa jika tindakan Kanoute berlebihan, atau bahkan kekanak-kanakan. Tapi disisi lain, ia benar-benar teguh dalam memegang prinsip spiritual yang menjadi jalan hidupnya.
Perlu diketahui juga, prinsip ini termasuk ibadah puasa Ramadan yang tetap dijalankannya ketika sedang bertanding.
Sevilla memang tak ubahnya menjadi ladang jihad bagi Kanoute. Seperti yang diketahui, Sevilla merupakan sebuah kota bersejarah yang lekat dengan pengaruh Islam. Bangunan peninggalan masyarakat Islam yang menguasai kota Andalusia selama 500 tahun itu masih banyak terlihat di sana. Namun, hingga sekarang kota Sevilla hanya memiliki satu bangunan masjid yang memadai.
Dan tahukah kalian? Kanoute punya andil besar dalam mempertahankan Masjid tersebut.
Dikisahkan, sekitar tahun 2007, masjid yang terletak di daerah Ponce de Leon di Sevilla terancam ditutup karena kontrak sewanya sudah berakhir. Pada saat itulah, Kanoute muncul menjadi penyelamat dengan mendonasikan sekitar 700 ribu USD atau setara 7 milliar rupiah untuk menyelamatkan masjid tersebut.
Hebatnya, uang yang disumbangkan Kanoute untuk menyelamatkan Masjid itu adalah hasil jerih payahnya selama setahun penuh.
Sampai sekarang, masjid itu tetap berjalan di bawah pengelolaan yayasan Muslim, dan tetap aktif menjadi pusat kultur Islam di Andalusia.
Sebelumnya, masjid itu akan dijual karena populasi Muslim di kota Sevilla mulai punah. Pemerintah setempat pun akhirnya memberi nama tempat ibadah tersebut sesuai dengan sang pembeli.
Meski banyak berjasa untuk kota tersebut, masa pengabdiannya di Sevilla tak luput dari kontroversi.
Ketika Gaza tengah diobrak-abrik Israel, ribuan rakyat Palestina syahid akibat agresi kaum Yahudi Zionis. Kanoute tercatat hanya satu-satunya pesepakbola yang menyampaikan simpati dan dukungannya kepada Palestina.
Hal itu ia tunjukan dengan cara membuka bajunya untuk memperlihatkan kaos dalamnya yang bertuliskan “Palestine”. Dan Itu dilakukannya dalam pertandingan Sevilla kontra Deportivo La Coruna.
Aksi Kanoute ternyata tidak disukai oleh Federasi Sepakbola Spanyol. Badan persepakbolaan seluruh Negri Matador itu akhirnya memutuskan untuk memberlakukan denda kepada Kanoute sebanyak 3000 euro atau sekitar 45 juta rupiah.
Tidak tertarik untuk berkomentar apapun, Kanoute langsung bersedia membayar denda yang ditetapkan. Bagi Kanoute, setiap perbuatan yang dilakukan pasti memiliki resiko. Dan sekarang, dia telah menerima resiko tersebut.
Berkat kegigihannya dalam membela Islam, nama Kanoute sampai dimuat dalam artikel yang dirilis oleh The Guardian dengan judul Fredi Kanoute: ‘Muslims should not have to prove they are not terrorists before talking’ (Fredi Kanoute: Muslim Tak Berkewajiban Membuktikan Diri Jika Mereka Bukanlah Teroris.’)
“Aku tak pernah menyesal menjadi seorang Muslim,”
“Nyaris semua hal buruk yang terjadi di dunia mengatasnamakan Muslim hanya dimanfaatkan untuk keperluan politik.”
“Jika kalian berinteraksi langsung dengan para Muslim di jalan, kalian akan berkesimpulan bahwa Muslim cenderung toleran.”
Kira-kira begitulah kutipan dari Fredi Kanoute pada artikel tersebut.
Setelah pensiun dari dunia sepak bola pada 2o13 lalu, Kanoute masih aktif mengelola berbagai yayasan sosial di negaranya. Salah satunya adalah Sakina Children’s Village, yayasan yang berfokus dalam membantu pendidikan anak-anak Muslim kurang beruntung di Mali.
Anak-anak yatim atau yang tidak punya orang tua sama sekali mendapatkan orang tua asuh dan mendapatkan perhatian serta pembinaan di sana. Kanoute sangat memperhatikan kondisi bangsanya mengingat Mali termasuk dalam tiga Negara termiskin di dunia.